Setiap kali senja tak
muncul, aku sering curhat kepada secarik kertas yang sebelumnya sudah kurunyam
– runyam. Agar terlihat menarik. Hanya dia yang mampu menampung segala
kerusuhan dalam jiwaku setiap kali senja berdusta padaku. Baguslah dia rela
menampung omelanku terhadap senja. Aku hanya curhat kepada senja dan secarik
kertas ketika ayahku memarahiku. Karena hanya merekalah yang sependapat
denganku. Ibuku meninggal ketika aku baru berusia 3 tahun. Ayahku pernah
bercerita sedikit tentang ibuku. Kata ayah, waktu itu ibuku adalah wanita
terhebat di dunia. Dia tak pernah mengeluh sedikitpun tentang kanker yang ia
derita. Setiap pergantian waktu, ibuku selalu beribadah kepada tuhannya Allah
SWT. Ibuku seorang muslim yang taat beribadah. Jika waktu sholat telah tiba,
ibuku selalu beribadah di awal waktu kecuali ketika ia sedang berhalangan.
Sementara ayahku adalah umat kristiani yang taat beribadat pula. Setiap minggu
dia selalu pergi ke gereja untuk berdoa. Hingga ajal menjemput, ibuku pulang
menuju surga dengan wajah berseri – seri. Raut wajah indahnya memancarkan
cahaya bak cahaya rembulan menerangi malam hari.
Oke cukup bapernya,
oiya perkenalkan namaku indah. Menjadi cewek sebenernya sih bukan keinginanku.
Melainkan sebuah skenario Tuhan yang amat indah dimataku. Meski menjadi cewek
itu identik dengan lemah, namun itu tidak berlaku buatku. Karate, taekwondo,
pencak silat sudah cukup untuk membela diri sendiri. Aku mendapatkan piala
pertamaku ketika aku mengikuti sebuah turnamen kejuaraan antar SMA. Semua lawan
kutaklukkan dengan mudah tanpa kesulitan sedikitpun. Meski begitu, aku tetap
wanita lemah lembut kok. Ini serius. Menurutku sekolah itu membosankan.
Bagaimana tidak? Pelajarannya hanya itu itu saja. Hingga pernah suatu ketika
ayahku memarahiku karena aku tidak berangkat kesekolah selama seminggu tanpa
keterangan. Mungkin lebih dari seminggu. Sehingga terpaksa sekolah men-skor-ku
dan itu membuatku bahagia. Haha ketawa jahat. Sekarang aku kuliah disalah satu
Universitas swasta di Jakarta. Hingar bingar malam kota metropolitan tak luput
dari kehidupan bebasku. Aku bisa pulang larut malam sesukaku, pergi clubbing
dengan kawan – kawanku,shopping, dan tak pernah lagi ke gereja untuk berdoa
tanpa dimarahi oleh ayah karena aku memutuskan untuk kost jauh dari rumah.
Meski ayah keberatan dengan hal itu, tapi akhirnya ayah menyetujuinya dengan
syarat aku harus mengunjunginya setiap bulan. Di Jakarta, kehidupan malam
adalah hal yang biasa kutemui. Minum – minum adalah salah satu kegiatan
favoritku dengan kawan kawan. Mungkin ini yang disebut dengan istilah salah
pergaulan. Hingga suatu malam, temanku rista mengajakku menuju sebuah kedai
kecil di pinggir jalan. Tempat kumuh dan kotor.
Aku sempat menolak,
namun akhirnya aku luluh karena yang jual ternyata lumayan tampan, hehe. Memang
si rista tau aja kalau aku akan mau ke kedai pinggir jalan jika yang
berjualannya kinclong. Rista itu sahabatku yang paling berbeda dengan sahabatku
lainnya. Dia pribadi yang santun dan juga seorang muslim yang taat beribadah.
Setiap hari aku selalu melihatnya menuju masjid di lingkungan kampus kecuali
jika dia sedang berhalangan.
Dia juga seorang
hijabers. Aku juga mulai menyukai berhijab ketika mengenalnya. Meski diriku
bukan seorang muslim, tapi ketika melihatnya menggunakan hijab rasanya diriku
juga ingin sepertinya.
"Mau pesen kopi
apa mbak?" suara asing itu membuyarkan lamunanku. Ternyata mas ganteng
yang jualan tadi, hehe. Aku sempat kebingungan ketika masnya bertanya. Namun
rista seketika memesankanku sebuah kopi. Jujur, aku tidak tau apa – apa tentang
kopi.Apalagi rista memesankan kopi yang asing di telingaku. Setahuku kopi itu
rasanya pahit dan berwarna hitam. Dan ini mengingatkanku dulu ketika aku
menginjak umur 10 tahun. Ketika itu, ayah kedatangan seorang tamu yang katanya
tamu ini spesial. Datang dari Aceh, wow. Dia membawakan ayah sebuah kopi asli
dari Aceh, Toraja. Baunya kuat sekali dan itu membuatku penasaran. Setelah ayah
meminumnya dan tamu itu pulang, aku membawakan cangkir – cangkir bekas ayah dan
tamunya minum. Ternyata cangkir ayah masih menyisakan sedikit kopi.
"Kental sekali" batinku. Jariku mulai menggapai dalam cangkir itu dan
mulai mencoleknya sedikit. Teksturnya padat dan kupikir kopi berupa cairan.
Langsung saja aku masukkan jariku yang penuh dengan kopi ke mulutku.
"Pahit !" Seketika kumuntahkan kembali kopi itu beserta isi dalam
perutku yang isinya makanan sarapanku tadi pagi. Ayah seketika tergesa – gesa
menuju dapur ketika mendengar suara gelas pecah dari dapur dan mendapatiku muntah
di dapur. Bukannya marah, ayah malah menertawakanku karena yang kumakan
bukanlah kopi melainkan ampas kopi. Semenjak kejadian itu, aku tak lagi meminum
bahkan menyentuh yang namanya kopi hingga saat ini.
"Silakan mbak
kopinya" ucap mas tampan.
"Ayo di minum"
rista melanjutkan. Aku terperangah dengan kopi di depanku. Barang yang tak
pernah kusentuh lagi semenjak 10 tahun yang lalu, kini ada di hadapanku.
Kulihat rista sudah menikmati kopinya dengan syahdu. Sebelumnya dia menghirup
aromanya terlebih dahulu. Menikmati setiap aroma yang ada di dalam secangkir
kopi yang mas ganteng buat. "Apa sih enaknya ngopi" batinku. Perlahan
kusentuh cangkir berwana krem polos itu dengan hati – hati. Kumulai
menyeruputnya dengan ragu – ragu. What ! kopi macam apa ini?. Ragu dalam
batinku berkecamuk. Rasa unik dari dalam cangkir ini memberiku ketenangan jiwa
yang lebih daripada senja di sore hari atau secarik kertas yang runyam. Jiwaku
dibawa melayang oleh rasa kopi yang belum pernah ku rasa sebelumnya dan
langsung kunamai kopi ini
"Cinta pertama
dirasa yang pertama"
"Santai dong minum
kopinya, dinikmatin" ucap rista.
Aku hanya tersenyum
ketika rista menyarankanku meminumnya dengan kesenangan dalam kopi gila ini.
Kita bercerita banyak tentang kopi. All about coffee hingga larut malam.
Bercerita mulai dari sejarah hingga bagaimana rista bisa mengenal tentang kopi.
Semua yang diceritakan rista belum membuatku puas dengan pertanyaan dalam
batinku. Kamu ini apa sih, kopi?
Semenjak aku kenal
dengan yang namanya kopi. Semua kegiatan negatifku hilang dalam sekejap. Setiap
malam, clubbing dan shopping yang menjadi ritual wajibku, kutinggalkan dengan
menggantinya dengan ngopi dimalam hari. Semua kegiatanku harus atau mungkin
wajib didampingi dengan secangkir kopi. Apapun itu. Buat skripsi, nongkrong
bareng, hingga pulang kerumah pun ayah hanya bisa geleng – geleng kepala dengan kegilaanku pada
kopi. Namun ada suatu hal dari cerita rista yang membuatku terkesima. Dibalik
rasa kopi yang nikmat, terselubung manusia yang menciptakannya, Barista.Siapa
dia? Kegilaanku pada kopi membuat ayahku khawatir akan kesehatanku. Meski tak
sebahaya alkohol, namun kebanyakan minum kopi membuat ayahku berpikir dua kali
tentang anaknya yang tergila – gila pada kopi dan puncaknya terjadi ketika aku
meminta izin kepada ayah untuk menimba ilmu tentang kopi.
"Ga bisa ! kamu
harus tetep kuliah. Ayah ga setuju kamu ikut les ga bermutu gitu sama
temanmu" bentak ayah.
"Tapi yah, aku
tetep kuliah kok. Kan cuma les kopi aja" pintaku.
Ayah tidak menggubris
ucapanku. Dia hanya terdiam tanpa menatap wajahku. Meja makan yang menjadi
tempat kita saling bertukar cerita, kini hening tak bersuara. Aku kecewa dengan
keputusan ayah untuk menjauhi rista. Mengapa ayah begitu menentangku pergi
menimba ilmu tentang kopi? Apa salah kopi? Semenjak kejadian itu, aku dan ayah
jarang sekali menyapa lewat telpon. Kunjunganku setiap bulan dengan ayah kini
tak pernah lagi kulakukan. Aku marah sama ayah. Rista yang tadinya membujukku
ikut dengannya ke Jogja kini malah menentangku mentah - mentah setelah
kuceritakan semua padanya tentang ayah yang menyebalkan. Kini Rista sama
menyebalkannya dengan ayah.
Belakangan ini rista
dan aku jarang sekali berkomunikasi. Sesekali, rista membujukku untuk meminta
maaf dengan ayahku. Tapi hingga saat ini aku masih sebal dengan ayah. Akhirnya
aku memutuskan untuk menemui ayah setelah rista memohon kepadaku. Rumahku
serasa dingin dari depan. Bel tua depan gerbang kutekan dengan ragu. Suara bel
rumah membuatku gugup. Hey ada apa denganku? Ternyata gerbang hitam karatan itu
tidak terkunci. Tumben. Ku telusuri jalan setapak menuju depan pintu rumah.
Kubuka pintu tua itu dengan perlahan ternyata ayah sudah menantiku di ruang
tamu sedari tadi.
"Duduk" pinta
ayah dengan nada datar. Wajah ayah dingin seperti ingin mengungkapkan sesuatu
yang sangat penting. Aku hanya menuruti perkataan ayah dan langsung duduk dan
menaruh tas slempangku di samping sofa.
"Yah, aku kesini
ingin minta maaf jika aku membangkang" ucapku lirih. Ayah masih terdiam,
seketika wajahnya berubah menjadi sendu dan ucapnya begitu lirih untuk
didengar.
"Dulu ibumu adalah
wanita yang keras kepala. Sama persis sifatnya sepertimu". Ayah tersenyum
tanpa menatapku.
"Namun ayah tetap
sabar menanggapinya. Meski ibu keras kepala, tapi ibu sesungguhnya ialah pribadi
yang lemah lembut pada ayah. Karena sifatnya itu yang ayah khawatirkan pula
pada dirimu. Dia juga berkata pada ayah untuk menjagamu ketika umurmu 2 tahun.
Ayah cuma tidak mau kehilangan orang yang ayah sayangi lagi" seketika air
mata ayah mengalir di pipinya yang berkerut. Mataku berkaca – kaca ketika
mendengar ayah memulai lagi cerita yang menyentuh tentang ibu.
"Maafin indah ya
yah" ucapku sendu. Seketika langsung kupeluk tubuh ayah dengan sangat
erat. Air mataku pun ikut mengalir hingga membasahi pundak ayah. "Aku
sayang ayah".
Setelah beberapa hari
berlalu, akhirnya ayah mengizinkanku untuk ikut dengan rista ke Jogja untuk
berlibur dan juga untuk belajar banyak tentang kopi. Yeyy Jogja, i'm coming !
Damn ! Jogja panas cuy.
Yap disinilah aku dan rista sekarang di kota orang. Orang kuno zaman penjajahan
dulu masih kental di kota pelajar ini. Pakaian adat sekitar juga masih terlihat
di sejumlah daerah di kota ini. Orang – orang disini juga ramah – ramah. Senyum
sapa disini juga begitu manis ketika diterapkan warga sini. Diriku seperti di
tarik kembali menuju tahun 90 – an dimana ketika kereta kuda atau yang biasa
mereka menyebutnya andong menjadi transportasi wajib warga sekitar ketika ingin
menuju kepasar atau sekedar jalan – jalan. Aku pun tak kalah ingin merasakan
menaiki andong. Kapan lagi coba bisa naik yang seperti ini. Hehe.
Sampailah aku di tempat
tujuanku dan rista. Setelah membayar uang ongkos kepada pak kusir, aku dan
rista sudah di tunggu temannya di depan sebuah kedai kopi yang unik. Kedai ini
berukuran lumayan besar dengan dua lantai. Di lantai atas sengaja dibuat tanpa
atap agar para pengunjung bisa menikmati kopinya sembari melihat pemandangan
kota Jogja dimalam hari. Lampu gantung berwarna kuning mempercantik kedai dari
ornamen kayu khas Jepara tersebut. Tempat yang nyaman membuatku semakin
bersemangat untuk belajar lebih banyak lagi tentang kopi dari kota ini.
"Kenalkan ini
bayu. Bayu, ini indah" ucap rista memperkenalkan kita. Aku tersenyum
kepadanya ketika menjabat tangannya. Namun dia juga tak kalah ramah denganku
meski ini baru kali pertama kita bertemu. Bayu langsung mengajak kita masuk
kekedai yang dia sebut sebagai "Rumah Cerita Sederhana" miliknya itu.
Katanya.
Hidup di kota sebesar
jogja, tidaklah rumit. Meski harga makanan disini tidaklah jauh dari jakarta,
tapi pemandangan di sini jauh dari jakarta yang sumpek oleh lalu lalang
kendaraan. Disini kita disuguhkan dengan pemandangan yang mempesona. Sawah
membentang dari ujung ke ujung, kerbau yang membajak sawah, dan masih banyak lagi
deh pokoknya. Selain itu jogja juga identik dengan makanan gudegnya yang khas.
Keesokan harinya,Bayu
mengajakku keliling jogja dengan motor scooter itali miliknya. Setiap cerita
yang di bicarakannya selalu menarik untuk disimak. Dia juga bercerita tentang
festival – festival unik di jogja. Salah satunya adalah festival melupakan
mantan. Menarik untuk dilihat tapi sayangnya festivalnya telah berlalu beberapa
minggu yang lalu. Bayu memberhentikanku di salah satu warung makan gudeg khas
jogja. Nikmat sekali rasa gudegnya. Unik. Rasanya aku rindu ingin kembali lagi
kesini. Padahal, pulang saja belum, haha.
Belum puas keliling
meng-explore kota jogja, rista sudah meneleponku untuk segera kembali pulang.
Akhirnya kita pun sampai di kedai sederhana bayu. Namun raut wajah rista
membuatku khawatir.
Ada apa ris?"
tanyaku penasaran.
"Ibu dah, ibu tiba
– tiba sakit dirumah. Aku harus balik ke jakarta" jawabnya panik.
”Kok bisa? Yaudah kamu
pulang aja duluan aku gapapa kok di tinggal disini" ujarku mencoba
menenangkannya. Akhirnya rista pun balik duluan ke jakarta setelah berpamitan
dengan bayu dan aku.
Hari – hari berlalu.
aku mulai belajar beberapa jenis kopi dari bayu. Mulai dari espresso, coffee
arabica, kopi luwak hingga kopi toraja yang membuatku tersenyum - senyum ketika
membuatnya. Salah satu kopi favoritku adalah kopi kintamani. Kopi bali ini
merupakan kopi arabika yang lembut dan manis atau yang biasa aku sebut dengan
"cinta pertama dirasa yang pertama". Ternyata selera bayu pun sama
denganku. Hampir setiap malam ketika kedai akan ditutup, selalu kita selingi
dengan canda tawa dan ngobrol bareng tentang apapun yang menarik tentunya
ditemani dengan secangkir kopi kintamani. Tempat yang biasa kita pakai untuk
saling sharing ialah di lantai dua. Selain sejuk, tempat itu juga bisa
memberikan pemandangan indah kota jogja dimalam hari yang tak pernah
membosankan untuk dilihat.
Tidak terasa sebulan
telah berlalu dengan sangat cepat. Liburanku telah berakhir dan ini adalah
saatnya aku untuk berpamitan dan berterima kasih kepada bayu yang telah
mengajarkanku tentang kopi dan juga menjadi barista junior di kedainya. Ini
adalah pengalaman yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Bayu yang tak
tega denganku, akhirnya memutuskan untuk mengantarku dengan scooter
kesayangannya menuju stasiun Tugu. Sesampainya disana, kulihat stasiun tugu
penuh dengan manusia yang akan pergi keluar kota atau baru kembali dari kota
orang. Bayu menatapku dengan raut wajah sedih ketika kita akan berpisah namun
ia sembunyikan dengan segaris senyum di bibirnya.
"Hati hati ya
dijalan, kamu tau kan jalan pulang?" tanya bayu yang membuatku tertawa
terbahak bahak. Bayu memang selalu mengkhawatirkanku kapanpun dan dimanapun aku
berada. Dia memang sudah kuanggap sebagai kakak sendiri.
"Haha ya tau
lah" ujarku sembari terbahak bahak
"Dah, makasih ya
atas semuanya" ucap bayu. Raut wajahnya berubah menjadi serius.
"Makasih buat apa?
Seharusnya kan aku yang berterima kasih" tanyaku penasaran
"Makasih buat
semua cinta yang kamu berikan buatku" jawabnya. Sumpah aku terkejut.
"Kamu mau kan jadi
pacar aku?" pertanyaannya membuatku ingin meledak ! OMG dia nembak aku?
"Makasih ya buat
semuanya juga, aku pamit" ujarku segera meninggalkannya di stasiun
sendirian dan belum sempat menjawab pertanyaannya, aku langsung berlari kembali
menuju bayu, langsung kupeluk erat tubuhnya.Bayu terkejut dan tak percaya. Aku
menangis bahagia ketika mendengar pertanyaannya. Kita saling tidak mempedulikan
orang sekitar yang melihat kita. Suara speaker pun berkumandang pertanda bahwa
kereta tujuan Yogjakarta – Jakarta telah tiba. Ini saatnya aku berpisah dengan
bayu karena aku harus tetap melanjutkan kuliahku di jakarta seperti janjiku pada
ayah.
"Aku pamit ya. Aku
juga sayang kok sama kamu" ucapku sambil terus memeluknya tanpa ingin
beranjak darinya.
Beberapa bulan berlalu.
aku dan bayu masih tetap berhubungan satu sama lain via sosmed. Mungkin bahasa
gaulnya ialah LDR. Namun setiap bayu libur kerja, dia masih menyempatkan ke
jakarta untuk sekedar bertemu denganku, begitu pula denganku. Aku senang dengan
kehidupanku sekarang ini. Aku memutuskan untuk menjadi seorang mualaf dibantu
dengan rista yang mengantarku menuju masjid istiqlal untuk bersyahadat. Dan aku
juga mulai belajar sholat dan berpuasa. Alasan lainnya mengapa aku memilih
untuk memeluk agama islam ialah agar aku bisa terus mendoakan almarhumah ibuku
yang sudah tenang di alam sana. Ayah juga sudah mempersilakan aku untuk memilih
agama yang kuhendaki dan ikut mendukung bersama bayu dan juga rista.
Apa pertanyaanmu? Rasa?
Kopi beda - beda rasanya tapi namanya tetap kopi. Sama seperti indonesia dengan
berbagai suku. Jika dirimu merasakan kopi hanya sebatas minuman pembangkit
energi, maka itu adalah sebuah kesalahan yang besar karena sesungguhnya kopi
lebih dari sekedar minuman.
Seluruh hidupku kini
terasa lebih indah berkatmu, kopi.
Based on true story.
TAMAT
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar